KARAKTER
JUJUR
Jujur
adalah salah satu wujud karakter yang dijunjung tinggi di mana-mana. Karakter
jujur ini tidak terbentuk begitu saja secara instan. Benih kejujuran itu perlu
dan harus ditabur sejak anak usia dini, dipupuk dan dikembangkan terus sampai
dewasa. Dr. Andar Ismail dalam bukunya “Selamat Menabur” mengatakan bahwa karakter
seseorang itu produk masa kecil. Karakter seseorang itu bagaikan timbunan pasir
yang terdiri dari beribu-ribu butir pasir, demikian juga karakter seseorang itu
terbentuk dari ribuan peristiwa bertahun-tahun yang dimulai sejak kecil. Memang
karakter seseorang itu bisa saja berkembang ke arah yang baik atau ke arah yang
buruk pada masa dewasa karena pengaruh pergaulan. Akan tetapi setidaknya pada
masa kecil fondasi karakter seseorang itu telah terbangun. Kalau benih yang
ditabur pada masa kecil itu benih yang baik, tentu buahnya pun akan baik.
Karakter
dalam bahasa latin artinya dipahat. Karakter itu tidak tunggal, maksudnya hanya ini atau hanya itu saja, karakter itu
jamak yang semuanya terkait dan terbentuk dalam gambaran utuh kehidupan seorang
manusia. Karena karakter itu dipahat, maka dibentuk dari kebiasaan-kebiasaan
mulai dari masa anak-anak, sampai dewasa. Begitu juga dengan karakter jujur
harus dibentuk dari kebiasaan sehari-hari sejak masih anak-anak, sampai dewasa
dibiasakan untuk hidup jujur.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa seringkali
orang tidak mau jujur? Seringkali yang membuat orang tidak jujur adalah karena
seseorang itu menginginkan lebih dari yang seharusnya. Seseorang mungkin
termasuk kita juga seringkali hanya ingin enaknya saja, tanpa mau menerima yang
tidak enak yang seharusnya menjadi bagian kita. Yang menjadi perenungan kita
adalah :
1) Sudahkah
pembentukan karakter jujur dengan sadar kita hadirkan di rumah? Atau di instansi
kita?
2) Sudahkah
pembentukan karakter jujur menjadi bahan pendidikan di rumah? Atau di instansi
kita? Tentunya harus dijawab dengan
jujur!
Apakah
kejujuran itu? Mari kita perhatikan ilustrasi dibawah
ini!
Ali dan Nano mengunjungi Tono yang
sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Tono bercerita ada kelainan yang cukup
serius pada jantungnya. Jadi mungkin harus dioperasi. “Ton, kamu nggak usah
khawatir,” kata Ali membesarkan hati Tono. “Kakak saya dulu operasi jantung di rumah sakit ini juga”.
“kakakmu ada kelainan jantung
juga?” tanya Tono. “Iya, sama dengan
kamu Ton, awalnya sesak kalau bernafas,
dada agak sakit, setelah diperiksa ternyata memang harus operasi jantung” kata
Ali. “Sekarang kakakmu sudah sembuh?” tanya Tono dengan penuh harap dan wajah
bersinar.
“Tidak! sudah meninggal!” jawab Ali.
Apakah
yang dilakukan Ali adalah sebuah kejujuran? BENAR! Jika kejujuran hanya
dipahami dengan mengatakan yang
sebenarnya. Kejujuran tidak hanya itu, kejujuran tidak hanya
mengatakan yang sebenarnya, tetapi diiringi karakter yang lain yaitu tulus,
menjunjung kehormatan dan prinsip keadilan, maksudnya kejujuran itu harus
disampaikan dengan bijak! Kejujuran dilakukan tanpa mengadili, tanpa
menghancurkan dan tanpa menindas orang lain. Kalau kita sulit mengatakan
sesuatu dengan jujur, sebaiknya jangan katakan apa-apa.
Mari kita
perhatikan ilustrasi berikut!. Ada suatu kehidupan di hutan yang dipimpin oleh
seekor singa sebagai rajanya. Pada suatu pagi sang raja bangun tidur dan
menyapa istrinya,“ Selamat pagi Istriku”. Sang istri menjawab,”Selamat pagi
juga! Paduka raja aroma mulutmu sangat tidak
sedap, apakah ada gigi Paduka yang berlubang?” Raja singa merasa tidak senang
dengan perkataan istrinya. Sang raja ingin menanyakan pada
hubalang-hulubalangnya yaitu kancil, domba dan rubah. Singa memanggil domba dan bertanya, “Domba,
apakah aroma mulutku tidak sedap?”. Domba pun menjawab dengan jujur.” Betul Tuan,
aroma mulut Tuan baunya tidak sedap”. Saat itu juga marahlah sang singa merasa
tersinggung, sehingga diterkamlah domba itu. Kemudian sang singa memanggil rubah untuk ditanya hal yang
sama dengan domba, tetapi karena rubah tahu bahwa domba telah menjawab dengan
jujur akhirnya malah diterkam, maka rubah menjawab dengan sebaliknya. “Tuan
aroma mulut tuan sangat wangi, sangat harum” begitu jawab rubah. Tetapi sang
singa masih lebih mempercayai perkataan istrinya, maka marahlah singa itu pada
rubah karena merasa dibohongi, oleh karena itu diterkam dan dicabik-cabiklah
tubuh rubah itu. Melihat semua kejadian itu takutlah sang kancil, ia berpikir
bagaimana harus menjawab pertanyaan sang rajanya itu. Sang singa akhirnya
memanggil kancil dan bertanya. “hai kancil apakah mulutku bau?”. Sang kancil pun
mendekat sambil bersin-bersin,” Hasyiin..... aduh maaf Paduka saya sedang
pilek, jadi tidak bisa membaui apakah mulut paduka berbau busuk ataukah tidak,
jadi sekali lagi maaf paduka hasyiinn....,” maka selamatlah sang kancil dari
terkaman sang singa. Dari ilustrasi di atas kita tahu bahwa kancil itu tidak jujur tapi tidak berbohong.
Keluarga adalah
tempat pembelajaran yang pertama dan utama bagi anak-anak untuk menerima
benih-benih karakter, termasuk di dalamnya karakter jujur. Dalam keluarga benih
karakter yang baik dan yang tidak baik pertama kali diterima oleh anak-anak.
Tanpa sadar seringkali orang tua menjadi teladan ketidakjujuran bagi anak-anak
di rumah. Mari kita perhatikan dua contoh di bawah ini !
· Pada
suatu sore yang indah Wisnu sedang menonton TV menonton film kesukaannya. Pak
Darto ayahnya, tengah asyik membaca koran. Telepon berdering. “Wis, angkat
telepon itu, kalau dari pak RT bilang papa belum pulang kerja,” pesan Pak
Darto. Ternyata benar, Pak RT yang menelepon. Wisnu pun mengatakan persis
seperti yang dipesan ayahnya. Semua berjalan biasa-biasa saja.
· Keesokan
harinya ibu Wisnu mau pergi ke pesta perkawinan seorang temannya, diantar oleh pak
Darto suaminya, adik Wisnu yang kecil yang bernama Lena menangis ingin ikut
ibunya pergi. “Ibu mau pergi ke dokter, kalau Lena ikut nanti disuntik Pak Dokter
lho!” kata ibu Wisnu.
Dari
dua contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa ketidakjujuran seakan-akan telah
menjadi hal yang wajar. Mengalir secara alamiah dalam realitas hidup
berkeluarga. Menjangkiti semua srata sosial, agama, politis dan sebagainya.
Anak-anak pun tak luput pula dari kenyataan ketidakjujuran.
Keluarga seharusnya
menjadi tempat di mana setiap anggota keluarga merasa nyaman menjadi dirinya
sendiri secara jujur, sehingga setiap anggota keluarga mampu bersikap terbuka
satu sama lain, tidak perlu menjadi orang lain dengan berpura-pura atau
berbohong. Anak-anak tidak merasa takut atau malu jika mengakui
kesalahannya karena anak-anak tahu
mereka tidak akan dipermalukan.
Dalam hidup
seseorang kesalahan bisa terjadi kapan saja, seseorang akan mampu mengakui
kesalahannya jika orang itu tahu bahwa dia tidak akan dipermalukan, tidak akan
ditertawakan apalagi ditinggalkan. Keluarga harus dapat menjadi tempat yang
nyaman bagi setiap anggota keluarga untuk berkata jujur, apa adanya dan juga
mengakui kesalahannya. Jika tidak demikian setiap anggota keluarga akan lebih
suka main aman dengan cara tidak jujur. Dan biasanya sekali tidak jujur akan
beranak-pinak dengan tidak jujur lagi untuk menutupi ketidakjujuran yang
sebelumnya, begitu seterusnya.
Oleh
Hariati,S.Pd.
Guru
IPS SMPN 2 Taman – Pemalang
PERTANYAAN
PANDUAN DISKUSI
1.
Mengapa orang tidak berani berkata
jujur?
2.
Sebutkan sebab-sebabnya orang melakukan
ketidakjujuran, dan berikan contoh- contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari!